Di bawah ini yaitu salah satu contoh makalah manajemen berbasis sekolah dengan judul: “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan”. Referensi atau sumber bacaan makalah kami sertakan di simpulan pola makalah ini untuk telaah oleh masing-masing pembaca semoga lebih mengembangkan bahasan makalah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah.
A. Pendahuluan
Munculnya Undang Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 wacana otonomi daerah, serta UU. No. 25 wacana perimbangan keuangan pusat dan kawasan yang membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan kawasan sehingga lebih otonom tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Otonomi kawasan sebagai kebijakan politik makro akan memberi efek terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pengelolaan pendidikan dilakukan secara otonom yaitu dengan model manajemen berbasis sekolah atau school based management.
Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan suatu konsep yang menyampaikan otonomi pada sekolah untuk memilih kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan semoga sanggup mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kolaborasi yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
MBS terlahir dengan dejumlah nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen sanggup berdiri diatas kaki sendiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan pemfokusan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut mempunyai roh yang sama, yakni sekolah diharapkan menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M (man, money, dan material).
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh lantaran itu, maka Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Mulyasa, 2002)
Sekolah yaitu kepingan yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan forum yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah forum sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat yaitu pemilik sekolah, sekolah ada lantaran masyarakat memerlukannya.
Beberapa materi yang akan dibahas dalam makalah ini yakni:
Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma gres pendidikan, yang menyampaikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif gres dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis menyampaikan Manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan (Nurkolis, 2003).
Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sanggup didefinisikan sebagai model manajemen yang menyampaikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara pribadi semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang bau tanah siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Lebih lanjut istilah manajemen sekolah kerap disandingkan dengan istilah manajemen sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan manajemen lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dibanding manajemen (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan manajemen mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation). Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kolaborasi yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Mansur, 1989)
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan kondisi setempat, sekolah sanggup meningkatkan kesejahteraan guru sehingga sanggup lebih berkonsentrasi pada tugasnya;
Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
Guru didorong untuk berinovasi;
Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan penerima didik.
E. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) bekerjsama telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk sanggup mengelola sekolah secara mandiri.
Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi kawasan sebagai paradigma gres dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak mempunyai banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan wacana penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya mendapatkan apa adanya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke kawasan menelusuri susukan birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran kalau nilai simpulan yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.
Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan bekerjsama digunakan untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
MBS yaitu upaya serius yang rumit, yang memunculkan aneka macam gosip kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh alasannya yaitu itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting yaitu pengaruhnya terhadap prestasi berguru murid (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah sanggup bermakna desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah dalam membuat keputusan atas dilema signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, menimbulkan hasil berguru siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu taktik untuk mencapai transformasi sekolah.
Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat menyerupai Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya lebih dari satu dekade. Atau menyerupai Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman homogen selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempat-tempat ini sepertinya tidak sanggup dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan yaitu “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu taktik dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, menyerupai kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah mempunyai banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih fundamental dari “sekolah” dan “manajemen” yaitu berbeda, menyerupai berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Namun demikian, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan yaitu bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting yaitu bahwa para pemimpin sekolah harus mempunyai kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.
Sejak awal, pemerintah pusat dan kawasan seyogyanya suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk memilih cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya mempunyai janji tertulis yang menyatakan standar yang akan digunakan sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang meliputi “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah memakai sumber dayanya, dan apa planning selanjutnya.”
Perlu diadakan pembinaan dalam bidang-bidang menyerupai dinamika kelompok, pemecahan dilema dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan embel-embel pembinaan kepemimpinan. Dengan kata lain, penerapan manajemen berbasis sekolah mensyaratkan yang berikut :
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah menjadi kebijakan gres yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan semoga penerapan MBS sanggup benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu taktik yaitu membuat prakondisi yang aman untuk sanggup mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, yakni :
G. Penutup
Secara sederhana disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah bukannya satu-satunya solusi yang akan menghantar pada impian reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi satu dari sekian taktik yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan taktik yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.
Daftar Bacaan
A. Pendahuluan
Munculnya Undang Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 wacana otonomi daerah, serta UU. No. 25 wacana perimbangan keuangan pusat dan kawasan yang membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan kawasan sehingga lebih otonom tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Otonomi kawasan sebagai kebijakan politik makro akan memberi efek terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pengelolaan pendidikan dilakukan secara otonom yaitu dengan model manajemen berbasis sekolah atau school based management.
Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan suatu konsep yang menyampaikan otonomi pada sekolah untuk memilih kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan semoga sanggup mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kolaborasi yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
MBS terlahir dengan dejumlah nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen sanggup berdiri diatas kaki sendiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan pemfokusan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut mempunyai roh yang sama, yakni sekolah diharapkan menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M (man, money, dan material).
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh lantaran itu, maka Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Mulyasa, 2002)
Sekolah yaitu kepingan yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan forum yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah forum sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat yaitu pemilik sekolah, sekolah ada lantaran masyarakat memerlukannya.
Beberapa materi yang akan dibahas dalam makalah ini yakni:
- Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
- Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
- Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
- Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
- Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS
Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma gres pendidikan, yang menyampaikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif gres dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis menyampaikan Manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan (Nurkolis, 2003).
Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sanggup didefinisikan sebagai model manajemen yang menyampaikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara pribadi semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang bau tanah siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Lebih lanjut istilah manajemen sekolah kerap disandingkan dengan istilah manajemen sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan manajemen lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dibanding manajemen (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan manajemen mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation). Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kolaborasi yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Mansur, 1989)
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
- Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
- Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
- Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah wacana mutu sekolahnya; dan
- Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah wacana mutu pendidikan yang akan dicapai.
- Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa efek pribadi kepada penerima didik, orang tua, dan guru.
- Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
- Efektif dalam melaksanakan pembinaan penerima didik menyerupai kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
- Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Berdasarkan kondisi setempat, sekolah sanggup meningkatkan kesejahteraan guru sehingga sanggup lebih berkonsentrasi pada tugasnya;
Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
Guru didorong untuk berinovasi;
Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan penerima didik.
E. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) bekerjsama telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk sanggup mengelola sekolah secara mandiri.
Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi kawasan sebagai paradigma gres dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak mempunyai banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan wacana penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya mendapatkan apa adanya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke kawasan menelusuri susukan birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran kalau nilai simpulan yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.
Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan bekerjsama digunakan untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
MBS yaitu upaya serius yang rumit, yang memunculkan aneka macam gosip kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh alasannya yaitu itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting yaitu pengaruhnya terhadap prestasi berguru murid (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah sanggup bermakna desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah dalam membuat keputusan atas dilema signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, menimbulkan hasil berguru siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu taktik untuk mencapai transformasi sekolah.
Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat menyerupai Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya lebih dari satu dekade. Atau menyerupai Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman homogen selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempat-tempat ini sepertinya tidak sanggup dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan yaitu “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu taktik dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, menyerupai kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah mempunyai banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih fundamental dari “sekolah” dan “manajemen” yaitu berbeda, menyerupai berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Namun demikian, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan yaitu bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting yaitu bahwa para pemimpin sekolah harus mempunyai kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.
Sejak awal, pemerintah pusat dan kawasan seyogyanya suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk memilih cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya mempunyai janji tertulis yang menyatakan standar yang akan digunakan sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang meliputi “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah memakai sumber dayanya, dan apa planning selanjutnya.”
Perlu diadakan pembinaan dalam bidang-bidang menyerupai dinamika kelompok, pemecahan dilema dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan embel-embel pembinaan kepemimpinan. Dengan kata lain, penerapan manajemen berbasis sekolah mensyaratkan yang berikut :
- MBS harus menerima sumbangan staf sekolah.
- MBS lebih mungkin berhasil kalau diterapkan secara bertahap.
- Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pembinaan penerapannya, pada dikala yang sama juga harus berguru beradaptasi dengan kiprah dan susukan komunikasi yang baru.
- Harus disediakan sumbangan anggaran untuk pembinaan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
- Pemerintah pusat dan kawasan harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya membuatkan kewenangan ini dengan para guru dan orang bau tanah murid.
- Tidak Berminat Untuk Terlibat; ada sebagian orang tidak menginginkan kerja embel-embel selain pekerjaan yang kini mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam acara yang berdasarkan mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak memakai waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak mempunyai banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
- Tidak Efisien; pengambilan keputusan partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus sanggup bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain.
- Pikiran Kelompok; sehabis beberapa dikala bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi berdampak positif lantaran saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu mengakibatkan anggota terlalu kompromis hanya lantaran tidak merasa lezat berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada dikala inilah dewan sekolah mulai terserang “pikiran kelompok.” Ini berbahaya lantaran keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
- Memerlukan Pelatihan; Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan wacana hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lain-lain.
- Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru; Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah kiprah dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
- Kesulitan Koordinasi; setiap penerapan model yang rumit dan meliputi acara yang bermacam-macam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, acara yang bermacam-macam akan berjalan sendiri menjauh dari tujuan sekolah.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah menjadi kebijakan gres yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan semoga penerapan MBS sanggup benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu taktik yaitu membuat prakondisi yang aman untuk sanggup mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, yakni :
- Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orang bau tanah siswa. Upaya untuk memperkuat kiprah kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
- Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster wacana planning acara sekolah.
- Pemerintah pusat lebih memainkan kiprah monitoring dan evaluasi. Dalam hal ini, pemerintah pusat dan pemerintah kawasan perlu melaksanakan acara bersama dalam rangka monitoring dan penilaian pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
- Mengembangkan model jadwal pemberdayaan sekolah. Bukan sekedar melaksanakan pembinaan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih menyampaikan hasil yang lebih faktual dibandingkan dengan pola-pola usang berupa penataran MBS (Depdiknas, 2001)
- Sanggup memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
- Dapat menuntaskan kiprah dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
- Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
- Mampu menjalin relasi yang serasi dengan masyarakat sehingga sanggup melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
- Bekerja dengan tim manajemen
- Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
G. Penutup
Secara sederhana disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah bukannya satu-satunya solusi yang akan menghantar pada impian reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi satu dari sekian taktik yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan taktik yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.
Daftar Bacaan
- Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
- Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
- Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
- Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
- Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
- Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
- Sonhadji, Ahmad. 2003. Modul Bahan-Bahan Kuliah Manajemen Strategik. Universitas Negeri Malang
0 Response to "Contoh Makalah Administrasi Berbasis Sekolah"
Post a Comment