Contoh Makalah Teori Berguru Dan Pembelajaran

Contoh Makalah Teori Belajar dan Pembelajaran Contoh Makalah Teori Belajar dan Pembelajaran Di bawah ini yaitu contoh makalah teori berguru dan pembelajaran dengan judul atau tema : “Beberapa Pokok Pikiran Tentang Belajar dan Pembelajaran”. Sebagian dari goresan pena ini disampaikan dalam Pelatihan Training of Trainers (TOT) dan Evaluasi Kemampuan Mengajar PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, September 1998, dan disarikan dari buku Perguruan Tinggi Perkembangan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat, 1999 oleh Prof. Dr. Conny Semiawan.

I. PENDAHULUAN

Mengapa insan belajar? Pertanyaan ini berkaitan dengan milenium ketiga yang telah berada di depan pinto. Era ini ditandai oleh banyak sekali perubahan cepat yang terjadi dan sering tidak diantisipasi sebelumnya. Era global menjadikan kita terekspos oleh banyak sekali insiden dan tuntutan kondisi yang dipersyaratkan di masa yang akan datang. Secara pandai perlu ada refleksi terhadap cara kita melengkapi diri dalam memenuhi tuntutan tersebut. Berbagai perubahan tersebut dikomuni melalui gosip dengan banyak sekali media, mirip komputer data base dan jaringan gosip canggih yang beraneka ragam. Semakin usang semakin canggih gosip yang harus disampaikan ke tangan pemakainya. Bila kita tidak mau terpelanting dalam kurun global tersebut, maka perlengkapan insan hares disertai upaya belajar. Sementara itu, berguru merupakan kebutuhan hidup yang "self-generating" yang mengupayakan dirinya sendiri, alasannya semenjak lahir insan mempunyai dorongan melangsungkan hidup, menuju tujuan tertentu, sadar atau tidak sadar (Adler: Leitlinie = garis hidup). Hal tersebut bukan saja alasannya ikhtiar untuk melangsungkan hidup bersumber dari dirinya, menyerupai ada self-starter dalam dirinya, melainkan juga alasannya sebagai makhluk sosial ia harus mempertahankan hidup. Demikian dua dorongan esensial dalam diri manusia, yaitu dorongan untuk tumbuh kembang dan dorongan untuk mempertahankan diri menjelaskan alasan insan itu belajar. Jadi, insan berguru terus­ menerus untuk bisa mencapai kemandirian dan sekaligus bisa mengikuti keadaan terhadap banyak sekali perubahan lingkungan.


II. BELAJAR: KONSEP DAN TEORINYA

Berbagai teori ihwal berguru terkait dengan penitikberatan terhadap dampak lingkungan dan dampak potensi yang dibawa semenjak lahir. Potensi itu biasanya merupakan kemungkinan kemampuan umum. seseorang secara genetis telah lahir dengan suatu organ yang disebut kemampuan umum (intelegensi) yang bersumber dari otak. Apabila struktur otak telah ditentukan secara biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya (Semiawan, C., 1997). Jadi, apabila lingkungan kuat nyata bagi dirinya, kemungkinan besar potensi tersebut berkembang men­capai realisasi optimal.

Otak yang dibawa semenjak lahir tersebut terdiri atas dua belahan otak, kiri dan kanan (left hemisphere and right hemisphere), yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Kedua belahan otak tersebut mempunyai fungsi, kiprah dan respon yang berbeda, dan seharusnya tumbuh dalam keseimbangan (Semiawan, C., 1997). Dalam upaya insan belajar, belahan otak kanan berfungsi menangkap keseluruhan yang bermakna, kreatif dan imajinatif, sedangkan belahan otak kiri berfungsi untuk mengamati hal-hal yang logis, linier, dan teratur. Kedua belahan otak itu dalam pembelajaran sebaiknya berfungsi dalam keseimbangan. Jadi, konsep berguru mengandung implikasi memfungsikan aspek nalar, logis maupun kreatif (baca pula definisi berguru dalam pengertian berguru berdasarkan para ahli). Berikut ini ada beberapa aliran yang kuat di dunia ilmu dalam mengartikan belajar.

Belajar berdasarkan Visi Behaviorisme

Behaviorisme yaitu aliran psikologi yang percaya bahwa insan terutama berguru alasannya dampak lingkungan. Belajar berdasarkan teori behaviorisme yang agak radikal yaitu perubahan sikap yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanisme. Oleh alasannya itu, lingkungan yang sistematis, teratur dan bersiklus sanggup memperlihatkan dampak (stimulus) yang baik sehingga insan bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memperlihatkan respon yang sesuai.

Ada dua tokoh populer dalam behaviorisme yang memelopori teori ini dan mempunyai perbedaan dalam menjelaskan proses terjadinya belajar. Pertama, yaitu Pavlov yang berbicara ihwal stimulus yang dipersyaratkan (conditioning reflex) untuk memperlihatkan capons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan lingkungan (refleks yang dikondisikan) selanjutnya disebut classical Conditioning. Kedua, yaitu Skinner yang agak berbeda pendiriannya dengan Pavlov. Skinner beranggapan bahwa sikap insan yang sanggup diamati secara eksklusif yaitu jawaban konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan, maka hal tersebut akan diulanginya lagi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut yaitu kekuatan pengulang (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi. Teori ini dikenal dengan sebutan operant conditioning. Belajar yaitu jawaban (konsekuensi, kekuatan pengulang) dari suatu perbuatan yang menghadirkan perbuatan tersebut kembali. Apabila perbuatan tersebut menyenangkan (contohnya seseorang yang lapar dan makan, merasa nikmat apabila kenyang), lain kali akan makan lagi jikalau lapar (positive reinforcement). Sebaliknya, apabila akhirnya tidak nikmat (contohnya apabila terlalu kenyang), maka tidak akan terdorong untuk dilakukan lagi (negative reinforcement).

Sekelumit ihwal Belajar berdasarkan Konstruktivisme

Berbeda dari pendapat behaviorisme yaitu konstruktivisme yang merupakan salah Saw pandangan psikologi kognitif Konstruktivisme bertolak dari pendapat bahwa berguru yaitu membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri (Bootzin, 1996), sehabis dipahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (form within).

Dalam perbuatan berguru mirip itu bukan apa (isi) pembelajarannya yang penting, melainkan bagaimana mempergunakan peralatan mental kita untuk menguasai hal-hal yang kita pelajari. Pengetahuan itu diciptakan kembali dan dibangun dari dalam diri seseorang melalui pengalaman, pengamatan, pencernaan (digest), dan pemahamannya.

III. KONSEP BELAJAR SEPANJANG HAYAT

Belajar berdasarkan Klien (Learning Principles and Application, 1993, halaman 2), adalah: Proses eksperiensial (pengalaman) yang meng­hasilkan perubahan sikap yang relatif permanen dan yang tidak sanggup dijelaskan dengan keadaan sementara kedewasaan, atau tendensi alamiah.

Rumusan Klien yang agak behavioristik meskipun dipengaruhi oleh fenomenologi dan menunjuk pada experiential learning, perlu disela dengan orientasi konstruktivisme yang merupakan bab dari psikologi berguru yang berorientasi humanistik. Artinya, memang berguru tidak terjadi alasannya proses kematangan dari dalam saja (innate tendencies, yang merupakan faktor genetis), melainkan juga alasannya pengalaman yang perolehannya bersifat eksistensial. Penulis me­nambahkan bahwa psikologi berguru yang berorientasi pada pendekatan humanistik dipengaruhi oleh adanya kebebasan individu yang dilandasi oleh potensi talenta dan minatnya untuk menyebarkan sikap yang terarah atas tanggung jawab dan pilihannya sendiri.

Aktualisasi diri yang berawal dari tergeraknya potensi dari dalam (from within) yaitu permulaan insan berguru mencapai realisasi diri secara optimal. Untuk itu, ia berguru bagaimana ia harus berguru sepanjang hayat.

IV. BAGAIMANA KITA BELAJAR?

Bagaimana kita belajar, sanggup ditelaah secara mikro dan makro. Secara mikro berguru terkait dengan proses pembelajaran itu sendiri. Pengaruh negatif sanggup tiba dari luar dinding sekolah ditambah pula oleh orientasi pembelajaran yang ditandai oleh ciri alienatif alasannya keterasingan pebelajar dari proses berguru yang sesungguhnya. Hal ini terutama berkaitan dengan proses berguru yang bersifat satu arah, di mana guru mempertanggungjawabkan "body of material" secara sepihak. Si pelajar secara secara umum dikuasai bersifat pasifkarena guru mengalir­kan sejumlah ilmu kepadanya, menyerupai suatu baskom yang airnya dituangkan dari luar ke dalam dirinya.

Padahal psikologi kontemporer ihwal berguru (konstruktivisme) mengisyaratkan bahwa berguru yaitu mengonstruksikan pengetahuan yang terjadi from within. Jadi, tidak memompakan pengetahuan itu ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu obrolan yang ditandai oleh suasana berguru yang bercirikan pengalaman dua sisi (two-sided experience, Buber, 1970). Ini berarti bahwa penitikberatan tidak lagi seharusnya pada kuantitas materi, melainkan pada upaya biar siswa bisa memakai peralatan mentalnya (otaknya) secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif.

Coleman di dalam bukunya "Emotional Intelligence" (1995), mengisyaratkan bahwa insan mempunyai dua segi mental, pertama, berasal dari kepala (head) dengan ciri kognitif dan kedua, berasal diri hati sanubari (heart), dengan ciri afektif. Antara kehidupan kognitif dan kehidupan afektif ada relasi yang erat. Di dalam struktur otak neuron sel otak yang menghubungkan dua kehidupan ini disebut extended amygdala.

Penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien merupakan hasil dari proses interaktif yang dinamis dengan fingkungan yang meliputi ciri-ciri fisik, mental dan emosional yang menjadikan integrasi yang terakselerasikan dari fungsi otak dan berakibat terhadap pemekaran kemampuan insan secara optimal.

Secara makro, pembelajaran ditinjau dari adanya analisis dua jalur dalam pendekatan sistemnya yang disebut analisis dua jalur two road analysis (front-end, muka belakang), yaitu meliputi tiga komponen, yaitu sasaran group analysis (siapa akseptor didik yang kita hadapi), content analysis (apa sasaran kegiatan kita), serta context analysis. Artinya, apa relevansi kegiatan itu (konteks) dan terkait dengan itu, kompetensi apa yang diharapkan pada ujung kegiatan tersebut (end). Untuk menjalani pekerjaan tertentu (job analysis), sanggup diadakan dianalisis dari muka (front) ke belakang (end) dan dari belakang ke muka. Konten apa yang perlu diberikan untuk mempunyai kemampuan sesuai dengan tuntutan pekerjaan (front) populasi sasaran tertentu. Jadi, analisis populasi sasaran, analisis konteks dan konten yaitu kerangka dari analisis sistem tersebut. Dalam hal terakhir berkenaan dengan konten itulah perlu dijaga kurikulum (rancangan belajar) yang menjadi cakupan (area of interest) untuk dijaga koherensinya serta menyaring "banjir" gosip jawaban globalisasi. Tentu saja pengembangan kurikulum mirip ini memerlukan sosiali­sasi, pembinaan (training) dan pengembangan, sehingga meningkatkan efektivitas penyelenggara pendidikan.

V. PENUTUP

Bagaimana kita berguru sanggup ditelaah secara mikro dan makro. Secara mikro terkait dengan proses pembelajaran itu sendiri. Proses berguru diupayakan biar siswa bisa memakai peralatan mentalnya (otaknya) secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama juga keterlibatan emosional yang kreatif. Dengan demikian, proses berguru ini disesuai­kan dengan kebutuhan perkembangan siswa.

Secara makro, pembelajaran ditinjau dari adanya analisis dua jalur yang dalam pendekatan sistemnya meliputi figa komponen, yaitu analisis konten (content analysis) yang dikaitkan dengan kepada siapa (analisis populasi sasaran atau sasaran group anaysis) konten tersebut serta dalam konteks apa (analisis konteks, context analysis) pembelajaran dilakukan.

REFERENSI

  • Bootzin, R.R., Bower, G.H., Zajong, R.B., Hall, E. 1986. Psychology Today. An Introduction. New York: Random House.
  • Buber. M. 1970. I and Thou, Translation by. Kaufman. New York: Charles Scribnee's Sons.
  • Clark, B. 1986. Growing up Gifted. Columbia, USA: CE Merril Publishing Co.
  • Coleman, D. 1995. Emotional Intelligence. New York, USA: Bantam Books.
  • Klien, S. B. 1996. Principles and Applications, third edition. New York: McGraw-Hill.
  • Romizowsky, Aj. 1986. Producing Instructional Systems: New York: Kogan Page.
  • Semiawan, C. 1997. PerspektitPendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Grasindo.
  • Semiawan, C. 1998. Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Semiawan, C. 1998, Pelatihan TOT Evaluasi Kemampuan Mengajar (Persero Pelabuhan Indonesia 11).
Demikian contoh makalah teori berguru dan pembelajaran. Semoga relevan menjadi referensi dalam penulisan karya ilmiah yang terkait dengan teori berguru dan pembelajaran.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Makalah Teori Berguru Dan Pembelajaran"

Post a Comment