Konsep & Makna Program CSR - Corporate Social Responsibility (CSR) dimunculkan pertama kali sekitar tahun 1953 oleh Howard Bowen yang menerbitkan buku berjudul Social Responsibility of Businessman. Bowen kemudian dikenal sebagai bapak CSR.
Pengertian CSR berdasarkan lingkar studi CSR Indonesia ialah “upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak nyata operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan supaya sanggup mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan”.
Secara implisit, definisi tersebut berarti mengajak perusahaan untuk memperlihatkan manfaat atas kehadirannya bagi umat manusia. Menurut World Business Council for Sustainable Development, CSR bukan sekedar discretionary, tetapi suatu kesepakatan yang merupakan kebutuhan bagi perusahaan, secara filosofis kalau perusahaan berusaha untuk mempunyai kegunaan bagi umat insan dan lingkungan maka dalam jangka panjang tentunya akan tetap eksis (Rachman, Effendi, Wicaksana, 2011). CSR sangat dekat hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan yang berprinsip memenuhi kebutuhan kini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan tiba (Bruntland Report PBB, 1987) dalam Rachman, Effendi dan Wicaksana (2011).
Tripple bottom line ialah dimensi elementer dari CSR (profit, people dan planet), dengan kata lain kegiatan CSR akan selalu terkait dan berada dalam satu atau lebih dimensi tersebut. Dalam melaksanakan CSR, perusahaan mempunyai motif beraneka ragam. Menurut Michael Porter (2009) dalam Rachman, Effendi, dan Wicaksana (2011) ada empat motif yang menjadi dasar administrasi melaksanakan CSR yaitu :
Pembangunan berkelanjutan ialah inti dari CSR yang dihentikan dipahami secara parsial sekedar dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan ataupun dilihat dari lokasinya, yakni market place, workplace, environment dan community saja. Suatu keharusan untuk melihat keterkaitan diantara semua elemen yang membentuk sebuah sistem CSR Rachman, Effendi dan Wicaksana (2011).
Etika perjuangan merupakan bab awal dari terbentuknya CSR, kesepakatan dan keberhasilan perusahaan terhadap CSR dan penilaian CSR yang dilakukan para stakeholder menyerupai halnya konsumen akan sangat bergantung dari bagaimana perusahaan mengkomunikasikan kebijakan etikanya kepada konsumen identitas budbahasa perjuangan perusahaan dibuat melalui kekerabatan antara para pihak dalam komunitas bisnis dan juga social exchange. (Balmer, Fukukawa dan Gray, 2007).
Perusahaan sebagai marketer sanggup memperlihatkan donasi terhadap keberhasilan pelaksanaan prinsip-prinsip CSR apabila memfokuskan perhatian pada setiap seluruh stakeholder lewat program-program yang terpadu (Worcester, 2009) dalam Stanaland, Murphy dan Lwin (2011). Pada umumnya kesepakatan perusahaan terhadap CSR akan menghasilkan imbas nyata bagi perusahaan, Podnar dan Golob (2007) mengungkapkan bahwa ekpektasi terhadap budbahasa bisnis dari CSR mempengaruhi secara nyata terhadap pinjaman pelanggan pada CSR termasuk mempengaruhi intensitas pembelian. Lebih dari itu tanggung jawab sosial yang ditunjukan perusahaan akan meningkatkan gambaran dan reputasi perusahaan dimata konsumen ataupun para stakeholder (Turban dan Greening 1997) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011), dan CSR akan membantu perusahaan mengarahkan peningkatan level kepercayaan dan loyalitas dikalangan konsumen (Maignan, Ferrel dan Hult, 1999) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011).
Demikian konsep dan makna acara CSR pada perusahaan. Selain hal-hal diatas CSR mempunyai imbas terhadap legitimasi perusahaan di mata para konsumen ataupun stakeholder. Legitimasi didefinisikan sebagai persepsi umum bahwa tindakan dari suatu entitas dalam hal ini perusahan sempurna dan sesuai dengan norma-norma yang dibangun, kepercayaan dan nilai sosial (Suchman, 1995) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011). Dengan melibatkan laporan CSR perusahaan mencari tingkat legitimasi yang lebih tinggi dimata konsumen dan para stakeholder. Legitimasi menjadi hal yang sangat penting sebagai cakupan luas dari lingkungan sosial dimana perusahaan itu berdiri. Artinya perusahaan terus berusaha untuk beroperasi dalam batas-batas dan standar masing-masing atau mencoba untuk memastikan bahwa kegiatan mereka dianggap benar oleh pihak eksternal (Deegan, 2000) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011).
Pengertian CSR berdasarkan lingkar studi CSR Indonesia ialah “upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak nyata operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan supaya sanggup mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan”.
Secara implisit, definisi tersebut berarti mengajak perusahaan untuk memperlihatkan manfaat atas kehadirannya bagi umat manusia. Menurut World Business Council for Sustainable Development, CSR bukan sekedar discretionary, tetapi suatu kesepakatan yang merupakan kebutuhan bagi perusahaan, secara filosofis kalau perusahaan berusaha untuk mempunyai kegunaan bagi umat insan dan lingkungan maka dalam jangka panjang tentunya akan tetap eksis (Rachman, Effendi, Wicaksana, 2011). CSR sangat dekat hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan yang berprinsip memenuhi kebutuhan kini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan tiba (Bruntland Report PBB, 1987) dalam Rachman, Effendi dan Wicaksana (2011).
Tripple bottom line ialah dimensi elementer dari CSR (profit, people dan planet), dengan kata lain kegiatan CSR akan selalu terkait dan berada dalam satu atau lebih dimensi tersebut. Dalam melaksanakan CSR, perusahaan mempunyai motif beraneka ragam. Menurut Michael Porter (2009) dalam Rachman, Effendi, dan Wicaksana (2011) ada empat motif yang menjadi dasar administrasi melaksanakan CSR yaitu :
- Kewajiban moral yaitu meraih keberhasilan komersial dengan tetap menghormati nilai-nilai etika.
- Keberlanjutan yaitu memenuhi kebutuhan masa akan datang.
- Izin operasi yaitu membangun gambaran untuk menjamin persetujuan pemerintah dan pemangku kepentingan
- Reputasi yaitu motif menaikkan merk dan reputasi kepada konsumen, investor dan karyawan.
Pembangunan berkelanjutan ialah inti dari CSR yang dihentikan dipahami secara parsial sekedar dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan ataupun dilihat dari lokasinya, yakni market place, workplace, environment dan community saja. Suatu keharusan untuk melihat keterkaitan diantara semua elemen yang membentuk sebuah sistem CSR Rachman, Effendi dan Wicaksana (2011).
Etika perjuangan merupakan bab awal dari terbentuknya CSR, kesepakatan dan keberhasilan perusahaan terhadap CSR dan penilaian CSR yang dilakukan para stakeholder menyerupai halnya konsumen akan sangat bergantung dari bagaimana perusahaan mengkomunikasikan kebijakan etikanya kepada konsumen identitas budbahasa perjuangan perusahaan dibuat melalui kekerabatan antara para pihak dalam komunitas bisnis dan juga social exchange. (Balmer, Fukukawa dan Gray, 2007).
Perusahaan sebagai marketer sanggup memperlihatkan donasi terhadap keberhasilan pelaksanaan prinsip-prinsip CSR apabila memfokuskan perhatian pada setiap seluruh stakeholder lewat program-program yang terpadu (Worcester, 2009) dalam Stanaland, Murphy dan Lwin (2011). Pada umumnya kesepakatan perusahaan terhadap CSR akan menghasilkan imbas nyata bagi perusahaan, Podnar dan Golob (2007) mengungkapkan bahwa ekpektasi terhadap budbahasa bisnis dari CSR mempengaruhi secara nyata terhadap pinjaman pelanggan pada CSR termasuk mempengaruhi intensitas pembelian. Lebih dari itu tanggung jawab sosial yang ditunjukan perusahaan akan meningkatkan gambaran dan reputasi perusahaan dimata konsumen ataupun para stakeholder (Turban dan Greening 1997) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011), dan CSR akan membantu perusahaan mengarahkan peningkatan level kepercayaan dan loyalitas dikalangan konsumen (Maignan, Ferrel dan Hult, 1999) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011).
Demikian konsep dan makna acara CSR pada perusahaan. Selain hal-hal diatas CSR mempunyai imbas terhadap legitimasi perusahaan di mata para konsumen ataupun stakeholder. Legitimasi didefinisikan sebagai persepsi umum bahwa tindakan dari suatu entitas dalam hal ini perusahan sempurna dan sesuai dengan norma-norma yang dibangun, kepercayaan dan nilai sosial (Suchman, 1995) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011). Dengan melibatkan laporan CSR perusahaan mencari tingkat legitimasi yang lebih tinggi dimata konsumen dan para stakeholder. Legitimasi menjadi hal yang sangat penting sebagai cakupan luas dari lingkungan sosial dimana perusahaan itu berdiri. Artinya perusahaan terus berusaha untuk beroperasi dalam batas-batas dan standar masing-masing atau mencoba untuk memastikan bahwa kegiatan mereka dianggap benar oleh pihak eksternal (Deegan, 2000) dalam Stanaaland, Murphy dan Lwin (2011).
0 Response to "Konsep & Makna Jadwal Csr Pada Perusahaan"
Post a Comment